, Princess Bubblegum - Adventure Time

Daftar Blog Saya

Rabu, 27 Mei 2015

#KesehatanMental : Fenomena Depresi dan Hubungan Kesmen dengan Kecerdasan Emosional

1. Fenomena Depresi

Depresi adalah perasaan yang lebih dari perasaan sedih. Perasaannya lebih mendalam yaitu seseorang merasa tertekan akan keadaan di sekitarnya.  Orang depresi akan merasa bersalah atas hal-hal sepele yang pernah ia lakukan sehingga menyebabkan ia lebih memilih untuk tidak melakukan sesuatu daripada mendorong dirinya untuk melakukan sesuatu.
Ada beberapa penyebab depresi yaitu sebab eksternal dan sebab internal. Sebab-sebab eksternalnya antara lain;
·         Lingkungan
Lingkungan menjadi salah satu penyebab depresi karena kejadian-kejadian yang terjadi pada seseorang misalnya kehilangan sesuatu yang berharga seperti orang yang dicintai, status sosial maupun barang berharga. Awal-awal seseorang akan tidak bisa mempercayai atas kehilangannya. Lalu lambat laun ketidakpercayaannya itu semakin bertambah sehingga membuat ia tidak merasakannya lagi. Setelah itu ia akan mulai menangis dan merasakan kegundahan serta kehilangan selera makan hingga akhirnya ia dapat menerima kenyataan.
·         Narkotika
Obat-obatan psikotoprika dapat menyebabkan depresi. Bahkan sampai bisa membuat orang melakukan bunuh diri karenanya. Obat-obatan yang digunakan untuk menahan rasa kantuk juga tidak baik karena mengandung amfetamin yang apabila pemakaian dihentikan dapat menimbulkan depresi pada seseorang sehingga membuat orang kecanduan karena terus mengonsumsinya.
·         Obat-obatan
Beberapa penelitian mengungkapan bahwa sebagian obat-obatan dapat membuat perubahan kimiawi dalam otak yang mampu menghasilkan efek samping berupa depresi. Contoh obat-obatan tersebut adalah obat yang digunakan untuk liver, tekanan darah tinggi dan rematik.
Sedangkan sebab internalnya yaitu:
·         Penyakit organik
Contohnya apabila seseorang kekurangan hormon kelenjar gondok dan vitamin B 12 maka ia dapat mengalami depresi.
·         Keturunan
Suatu studi medis menyatakan bahwa sebagian orang memiliki potensi depresi karena sebagian keluarganya ada yang terjangkit depresi.  

Depresi biasanya menyerang orang-orang yang kurang menghargai dirinya, mudah khawatir, pemalu dan pereksionis. Menurut Atkinson, depresi dicirikan dengan tidak punya harapan dan semangat hidup, tidak bisa berkonsentrasi, ketidakberdayaan yang berlebihan, patah hati, dan mencoba bunuh diri. Apabila anda memiliki gejala-geala di bawah ini, mungkin anda sedang mengalami depresi. Gejala-gejala tersebut yaitu seperti turunnya tingkat aktivitas, menurunnya produktivitas kerja, gangguan pola tidur, hilang rasa percaya diri, mudah letih, merasa bersalah dan tidak berguna.
Sikap orang yang mengalami depresi antara lain:
·         asosial, artinya ia menarik diri dari interaksi sosial, keluarga, teman bahkan hobinya
·  anhedonia, artinya kehilangan rasa senang terhadap aktivitas yang menyenangkan sebelumnya
·         duduk sendiri sambil melamun
·     saat orang bertanya padanya, ia hanya akan menjawab dengan gestur atau beberapa kata
·         terganggu dengan suara-suara berisik 
·         sering menangis
·         konsentrasi dan pembuatan keputusan menurun
·         letih dan lelah
·      kesadaran terhadap harga diri sangat berkurang, dimana ia merasa dirinya tidak berguna atau tidak berharga. Ia akan merasa bersalah karena ketidakmampuannya menjalankan fungsi merka dan sering mengaitkan peristiwa yang terjadi di sekitarnya dengan dirinya.

Teori Depresi

            Prevalensi depresi meningkat selama masa remaja. Rata-rata tahunan hampir mendekati 9 persen anak-anak muda usia 12 hingga 17 tahun memiliki pengalaman setidaknya satu episode mengalami depresi dan hanya sekitar 40 persennya telah dirawat (National Survey on Drug Use and Health [NSDUH], 2008). Angka pada umumnya meningkat  sesuai bertambahnya usia. Depresi pada orang muda tidak selalu tampak sebagai bentuk kesedihan, tetapi juga mudah marah, kejenuhan atau ketidakmampuan untuk menikmati rasa senang. Salah satu alasan depresi memerlukan penanganan serius adalah karena menimbulkan bahaya bunuh diri (Brent & Birmaher, 2002).
            Standar dan tujuan personal yang tinggi dapat berakibat pada pencapaian dan kepuasan diri. Akan tetapi saat manusia menempatkan suatu tujuan yang terlalu tinggi, mereka memiliki kemungkinan untuk gagal yang lebih tinggi. Kegagalan sering berakibat terhadap depresi, dan orang-orang depresi sering menurunkan nilai pencapaian mereka sendiri. Hasilnya adalah kesedihan kronis, perasaan tidak berharga, perasaan tidak memiliki tujuan, dan depresi yang bertahan. Bandura (1986, 1997) yakin bahwa depresi disfungsi dapat terjadi dalam salah satu dari tiga subfungsi regulasi diri : (1) observasi diri, (2) proses penilaian, dan (3) reaksi diri.
            Remaja depresi yang tidak merespons pada penanganan rawat jalan atau yang memiliki ketergantungan zat-zat atau psikosis atau bunuh diri memerlukan perawatan rumah sakit. Setidaknya 1 dari 5 orang yang memiliki serangan depresi baik itu di masa anak-anak atau remaja berisiko menderita gangguan bipolar, ketika episode depresi (periode “rendah”) berubah menjadi episode manic (periode “tinggi”) yang dikategorikan sebagai meningkatnya energy, euphoria, sifat muluk, mengambil risiko (Brent & Birmaher, 2002). Bahkan remaja dengan gejala yang tidak cukup parah untuk diagnosis depresi berisiko tinggi mengalami depresi klinis dan perilaku bunuh diri di usia 25 tahun (Fergusson, Horwood, Ridder, & Beautrais, 2005).

ANALISA
Depresi dapat sangat berbahaya apabila tidak segera ditangani dengan serius. bila sudah timbul gejala-gejala depresi sebaiknya pihak keluarga melaporkannya pada Petugas Kesehatan ini berfungsi agar depresi yang diderita tidak semakin parah. dengan adanya dukungan dari sekitar juga akan membantu kesembuhan dari pasien depresi itu sendiri. dalam kasus depresi perlu diadakannya pendekatan spiritual agar pasien dekat dengan sang pencipta dan mendapatkan ketenangan jiwa.
Depresi juga dapat dicegah dengan cara selalu berpikiran positif, berolahraga dan dan selalu menyibukkan diri dengan hal-hal yang positif.


2. Hubungan Kesehatan Mental dengan Kecerdasan Emosional

"Adakah korelasi antara Kesehatan dan Kecerdasan emosional ? Dalam kehidupan sehari-hari keduanya sangatlah berperan. Manusia sebagai makhluk social memiliki roh dan jiwa. Dimana jiwa itu sendiri harus mempunyai Kesehatan Mental dan Kecerdasan Emosional yang baik."
Untuk mengenal lebih jauh mengenai Hubungan Kesehatan Mental dan Kecerdasan emosional, mari Kita bahas satu persatu.

Istilah Kesehatan Mental diambil dari konsep mental hygiene, kata mental berasal dari bahasa Yunani yang berarti Kejiwaan. Kata mental memilki persamaan makna dengan kata Psyhe yang berasal dari bahasa latin yang berarti Psikis atau Jiwa, jadi dapat diambil kesimpulan bahwa mental hygiene berarti mental yang sehat atau kesehatan mental.
Kesehatan mental adalah terhindarnya seseorang dari keluhan dan gangguan mental baik berupa neurosis maupun psikosis (penyesuaian diri terhadap lingkungan sosial) (Mujib dan Mudzakir, 2001, 2003).
Kriteria Kesehatan Mental      :

1.Pengendalian
dan Integrasi Pikiran dan Tingkah laku
2.Integrasi Motif-Motif serta Pengendalian Konflik dan Frustasi
3.Perasaan-perasaan dan Emosi-emosi yang Positif dan sehat
4.Ketengan dan Kedamaian Pikiran

Steiner (1997) menjelaskan pengertian kecerdasan emosional adalah suatu kemampuan yang dapat mengerti emosi diri sendiri dan orang lain, serta mengetahui bagaimana emosi diri sendiri terekspresikan untuk meningkatkan maksimal etis sebagai kekuatan pribadi.


Salah satu komponen penting untuk bisa hidup di tengah-tengah masyarakat adalah kemampuan untuk mengarahkan emosi secara baik. Penelitian yang dilakukan oleh Goleman (Ubaydillah, 2004:1) menunjukkan bahwa kontribusi IQ bagi keberhasilan seseorang hanya sekitar 20% sisanya 80% ditentukan oleh serumpun faktor yang disebut kecerdasan emosional. Dalam kenyataannya sekarang ini dapat dilihat bahwa orang yang ber-IQ tinggi belum tentu sukses dan belum tentu hidup bahagia.
Orang yang ber-IQ tinggi tetapi karena emosinya tidak stabil dan mudah marah seringkali keliru dalam menentukan dan memecahkan persoalan hidup karena tidak dapat berkonsentrasi. Emosinya yang tidak berkembang, tidak terkuasai, sering membuatnya berubah-ubah dalam menghadapi persoalan dan bersikap terhadap orang lain sehingga banyak menimbulkan konflik.
Emosi yang kurang terolah juga dengan mudah menyebabkan orang lain itu kadang sangat bersemangat menyetujui sesuatu, tetapi dalam waktu singkat berubah menolaknya, sehingga mengacaukan kerja sama yang disepakati bersama orang lain. Maka, orang itu mengalami kegagalan.
Komponen Pendukung Kecerdasan Emosional
1.      Mampu mengenali perasaan sendiri
2.      Mampu mengelola perasaan
3.      Memotivasi diri
4.      Mampu berempati dengan orang lain
5.      Mampu menjalin hubungan sosial dengan orang lain

Adanya Hubungan antara Kesehatan Mental dan Kecerdasan Emosional. Dimana Seseorang yang memiliki Kesehatan Mental yang baik juga akan mempengaruhi kecerdasan emosionalnya. Mampu mengendalikan diri termasuk ke dalam aspek kesehatan mental dan juga kecerdasan emosional. Maka orang yang memiliki emosional yang terarah maka orang tersebut memiliki mental yang sehat pula. Karena kesehatan mental seseorang terlihat ketika orang tersebut bertingkah laku,



Referensi :
Casmini dkk, 2006, Kesehatan Mental, UIN SUKA
Jalaluddin, 2007, Psikologi Agama, Raja Grafindo Persada
Kholil Lur Rochman. (2010). Kesehatan Mental. Purwokerto: Fajar Media Press
Feist, G. J., & Feist, J. (2010). Theories of personality 7th ed. Jakarta: Salemba Humanika

Papalia, D. E., & Feldman, R. D. (2014). Experience human development 12th ed. Jakarta:
        Salemba Humanika.


Rabu, 29 April 2015

#BeraniLebih Bangkit setelah gagal!

"Tiada hal yang indah jika tanpa ada proses yang berperan. Kadang kala Kita hanya berorientasi pada sebuah hasil ketimbang menyadari bahwa kenikmatan sebuah proses adalah hal terpenting. Karena hidup saat ini mementingkan sebuah Nilai, entah bagaimana caranya mendapatkan Nilai tersebut bukanlah sebuah pertimbangan."
Dengan persepsi demikian, membentuk Pribadi yang haus akan keberhasilan. Betapa harga sebuah Nilai menjadi lebih tinggi ketimbang bagaimana meraihnya. Lantas bagaimana jika ada sebuah Kegagalan dalam prosesnya ?

Sayang, Kita tak pernah diajari untuk tahu lebih awal mengenai Kegagalan. Terkadang justru Kita melakukan pembenaran diri di bandingkan mencoba melakukan introspeksi diri.
Siapa pun yang berjuang pasti pernah gagal. Pernah terhenti sejenak dari proses menuju keberhasilan, ada yang segera bangkit bahkan banyak juga yang berlarut-larut menyesali. Dalam sebuah kegagalan ada Makna tersirat dan tersurat di dalamnya.

Pernahkah Kamu berhenti sejenak dalam sebuah proses panjang yang amat melelahkan jika tak ada kegagalan dalam proses tersebut ? tentu saja banyak yang tak ingin berhenti walau sebentar mengingat apa saja yang telah dilalui.

Kegagalan, bagaikan bencana dalam setiap pencapaian.
Kegagalan adalah hal yang paling menakutkan dalam perjalanan.
Tidak, kegagalan tidak lagi hal yang semenyeramkan itu! Suatu ketika Kita Gagal dan melakukan banyak pembenaran diri, menyalahkan Tuhan akan kegagalan yang dialami, mencari celah untuk dapat mengalihkan.
Gagal berarti Tuhan memberikan Kita waktu sejenak untuk beristirahat, untuk sedikit menenangkan Fikiran dari ambisi yang menggebu-gebu. Mengingatkan bahwa proses adalah sebuah bagian dari pencapaian.

Jangan, jangan istirahat dalam Kegagalan terlalu lama. Kamu yang gagal, cepatlah berbenah diri. Ayo lekas, waktu istirahatmu telah habis. Segeralah bangkit, bukankah  Ayam Fried Chicken yang Kamu santap tadi siang adalah buah dari kegagalan yang berkali-kali oleh pembuatnya? Lantas begitu, jangan meratapi.

Kita yang terlalu terluka akan kegagalan, cobalah untuk Memaafkan. Mengikhlaskan, Merelakan.
Jangan takut, Gagal adalah cara Tuhan memberikanmu tempat terbaik. Ingatlah jika kamu Jatuh 7 kali Kamu harus Bangkit 8 kali. Gagal adalah sebuah Proses dan tiada Hasil yang menghianati prosesnya!
Atur ulang strategimu, kembalikan ambisimu, siapkan banyak peluru untuk segera menembus waktu keberhasilan itu. Bayarlah keberhasilan itu dengan harga perjuangan yang mahal, yang tak dapat dibeli dengan apapun, melainkan kepuasan dan kedewasaanmu lah yang menjadi bayarannya.

Jangan sedih, selalu ada lantai untuk tempatmu bersujud ketika bahu tak ada lagi yang bisa Kamu sandarkan.
Dalam sebuah Kegagalan adalah Proses sebagai Objek utama, maka #BeraniLebih untuk kuat menghadapi kegagalan, jangan pernah menghindar atau melakukan pembenaran. Segeralah Bangkit dalam keadaan yang baru. Rencanakan sebuah proses bukan sebuah hasil. Gagal adalah hal yang biasa, ketika Kita bisa berjuang kembali adalah hal yang luar biasa. Ingatlah bayaran dari GAGAL lebih mahal daripada sebuah hasil berupa materi. Jangan Menyerah apalagi Kalah !

"Gagal memberikan instropeksi  diri, mengukur sebuah perjalanan dalam sebuah proyeksi diri yang mendalam. Jangan Takut, tetaplah berambisi sebagaimana saat awal Kita memulai perjalanan. Apapun yang sedang diperjuangkan, keberhasilan apa saja yang kita idamkan tetaplah berusaha, tidak ada keberhasilan yang instan. Bersemangatlah maka Kita akan berbahagia!"

Nama : Regita Aldena
Nomor Hp : 087720945420
Twitter :@rerejidat
Instagram : @regitaaldena

FB : Regita Aldena

Minggu, 22 Maret 2015

SOFT SKILL : KESEHATAN MENTAL








Apakah kesehatan mental itu ?

Ada pepatah dari latin yang menyatakan “Mensana In Corpore” artinya Didalam tubuh yang kuat ada jiwa yang sehat. Tubuh dan jiwa adalah 2 bagian yang tidak bisa di pisahkan. Keduanya memiliki arti penting dalam hidup manusia. Dimana jika Tubuh manusia sudah kuat maka akan membentuk Jiwa yang sehat. Namun apabila dalam Jiwa Manusia tidak sehat maka akan mempengaruhi pula Tubuh manusia tersebut. Maka dari itu kesehatan secara mental dapat mempengaruhi kinerja tubuh Kita.

Sebenarnya apa sih Kesehatan Mental itu?

Istilah "KESEHATAN MENTAL" di ambil dari konsep mental hygiene. Kata mental di ambil dari bahasa Yunani, pengertiannya sama dengan psyche dalam bahasa latin yang artinya psikis, jiwa atau kejiwaan. Jadi istilah mental hygiene dimaknakan sebagai kesehatan mental atau jiwa yang dinamis bukan statis karena menunjukkan adanya usaha peningkatan. (Notosoedirjo & Latipun,2001:21).

Menurut Dr. Jalaluddin dalam bukunya “Psikologi Agama” bahwa:
“Kesehatan mental merupakan suatu kondisi batin yang senantiasa berada dalam keadaan tenang, aman dan tentram, dan upaya untuk menemukan ketenangan batin dapat dilakukan antara lain melalui penyesuaian diri secara resignasi (penyerahan diri sepenuhnya kepada Tuhan)”.
Sedangkan menurut paham ilmu kedokteran, kesehatan mental merupakan suatu kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, intelektual dan emosional yang optimal dari seseorang dan perkembangan itu berjalan selaras dengan keadaan orang lain.

Berikut adalah hal-hal yang mendasari adanya Kesehatan Mental :

1.  Sejarah Perkembangan Kesehatan Mental


Beratus-ratus tahun yang lalu orang menduga bahwa penyebab penyakit mental adalah syaitan-syaitan, roh-roh jahat dan dosa-dosa. Oleh karena itu para penderita penyakit mental dimasukkan dalam penjara-penjara di bawah tanah atau dihukum dan diikat erat-erat dengan rantai besi yang berat dan kuat.
Namun, lambat laun ada usaha-usaha kemanusiaan yang mengadakan perbaikan dalam  menanggulangi orang-orang yang terganggu mentalnya ini. Philippe Pinel di Perancis dan William Tuke dari Inggris adalah salah satu contoh orang yang berjasa dalam mengatasi dan menanggulangi orang-orang yang terkena penyakit mental. Masa-masa Pinel dan Tuke ini selanjutnya dikenal dengan masa pra ilmiah karena hanya usaha dan praksis yang mereka lakukan tanpa adanya teori-teori yang dikemukakan.
Masa selanjutnya adalah masa ilmiah, dimana tidak hanya praksis yang dilakukan tetapi berbagai teori mengenai kesehatan mental dikemukakan. Masa ini berkembang seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan alam di Eropa. Dorothea Dix merupakan seorang pionir wanita dalam usaha-usaha kemanusiaan berasal dari Amerika. Ia berusaha menyembuhkan dan memelihara para penderita penyakit mental dan orang-orang gila. Sangat banyak jasanya dalam memperluas dan memperbaiki kondisi dari 32 rumah sakit jiwa di seluruh negara Amerika bahkan sampai ke Eropa. Atas jasa-jasa besarnya inilah Dix dapat disebut sebagai tokoh besar pada abad ke-19.
Tokoh lain yang banyak pula memberikan jasanya pada ranah kesehatan mental adalah Clifford Whittingham Beers (1876-1943). Beers menyusun satu program nasional, yang berisikan:
Perbaikan dalam metode pemeliharaan dan penyembuhan para penderita mental. 
Kampanye memberikan informasi-informasi agar orang mau bersikap lebih inteligen dan lebih human atau berperikemanusiaan terhadap para penderita penyakit emosi dan mental. 
Memperbanyak riset untuk menyelidiki sebab-musabab timbulnya penyakit mental dan mengembangkan terapi penyembuhannya. 
Memperbesar usaha-usaha edukatif dan penerangan guna mencegah timbulnya penyakit mental dan gangguan-gangguan emosi.
William James dan Adolf Meyer, para psikolog besar, sangat terkesan oleh uraian Beers tersebut. Maka akhirnya Adolf Meyer-lah yang menyarankan agar ”Mental Hygiene” dipopulerkan sebagai satu gerakan kemanusiaan yang baru. Dan pada tahun 1908 terbentuklah organisasi Connectitude Society for Mental Hygiene. Lalu pada tahun 1909 berdirilah The National Committee for Mental Hygiene, dimana Beers sendiri duduk di dalamnya hingga akhir hayatnya. Belum lama setelah buku itu diterbitkan, yaitu pada tahun 1908, sebuah organisasi pertama, didirikan, dengan nama ”Connectievt Society For Mental Hygiene”. Satu tahu kemudian, tepatnya pada tanggal 19 Februari 1909 didirikan ”National Commitye Siciety For Mental Hygiene”, disini Beers diangkat menjadi sekretarisnya.

Sejarah Perkembangan Kesehatan Mental di Indonesia :


1.Dulu Kala
jiwa dianggap kemasukan
Terapi : mengeluarkan roh jahat


2.Zaman Kolonial

Sebelum ada RSJ, pasien ditampung di RSU – yang ditampung, hanya yg mengalami gangguan Jiwa berat

3. 1 Juli :

- 1882 : RSJ pertama di Indonesia

- 1902 : RSJ Lawang

- 1923 : RSJ Magelang

- 1927 : RSJ Sabang diRS ini jauh dari perkotaan

Perawat pasien bersifat isolasi & penjagaan (custodial care)

- Stigma

- Keluarga menjauhkan diri dari pasien


4.Dewasa Ini hanya satu jenis RSJ yaitu RSJ punya pemerintah

5.Sejak tahun 1910

Mulai dicoba hindari costodial care ( penjagaan ketat) & restraints (pengikatan )

6.Mulai tahun 1930

Mulai terapi kerja seperti menggarap lahan pertanian



7.Selama Perang Dunia II & pendudukan Jepang

Upaya kesehatan jiwa tak berkembang


8.Proklamasi – perkembangan baru

- Oktober 1947 pemerintah membentuk Jawatan Urusan Penyakit Jiwa ( belum bekerja dengan baik)
- Tahun 1950 pemerintah memperingatkan Jawatan Urusan Penyakit Jiwa – meningkatkan penyelenggaraan pelayanan


9.Tahun 1966

- PUPJ Direktorat Kesehatan Jiwa

- UU Kesehatan Jiwa No.3 thn 1966 ditetapkan oleh pemerintah

- Adanya Badan Koordinasi Rehabilitasi Penderita Penyakit Jiwa ( BKR-PPJ) Dgn instansi diluar bidang kesehatan


10.Tahun 1973

PPDGJ I yg diterbitkan tahun 1975 ada integrasi dgn puskesmas


11.Sejak tahun 1970 an

Pihak swastapun mulai memikirkan masalah kes. Jiwa


12.Ilmu kedokteran Jiwa berkembang

- Adanya sub spesialisasi seperti kedokteran jiwa masyarakat, Psikiatri Klinik, kedokteran Jiwa Usila

dan Kedokteran Jiwa Kehakiman

- Setiap sub Direktorat dipimpin oleh 4 kepala seksi

Program Kes. Jiwa Nasional dibagi dalma 3 sub Program yang diputuskan pada masyarakat dengan prioritas pada Heath Promotion Sub Prgoram Perbaikan Pelayanan :
- Fokus Psychiatic – medical – Care

- Penekanan pada curative service ( treatment) dan rehabilitasi

Sub Program untuk pengembangan sistem

- Fokus pada peningkatan IPTEK, Continuing education, research administrasi dan manajemen, mental health information

Sub Program untuk establishment community mental health :
- Diseminasi Ilmu

- Fasilitasi RSJ swasta – perijinan

- Stimulasi konstruksi RSJ swasta

- Kerja sama dgn luarg negeri : ASEAN, ASOD, COD, WHO dan AUSAID etc


2. KONSEP SEHAT


Sehat dan sakit adalah keadaan biopsikososial yang menyatu dengan kehidupan manusia. Pengenalan manusia terhadap kedua konsep ini kemungkinan bersamaan dengan pengenalannya terhadap kondisi dirinya. Keadaan sehat dan sakit tersebut terus terjadi, dan manusia akan memerankan sebagai orang yang sehat atau sakit.
Konsep sehat dan sakit merupakan bahasa kita sehari-hari, terjadi sepanjang sejarah manusia, dan dikenal di semua kebudayaan. Meskipun demikian untuk menentukan batasan-batasan secara eksak tidaklah mudah. Kesamaan atau kesepakatan pemahaman tentang sehat dan sakit secara universal adalah sangat sulit dicapai.

Pengertian

Sehat (health) adalah konsep yang tidak mudah diartikan sekalipun dapat kita rasakan dan diamati keadaannya. Misalnya, orang tidak memiliki keluhankeluahan fisik dipandang sebagai orang yang sehat. Sebagian masyarakat juga beranggapan bahwa orang yang “gemuk” adalah otrang yang sehat, dan sebagainya. Jadi faktor subyektifitas dan kultural juga mempengaruhi pemahaman dan pengertian orang terhadap konsep sehat.
Sebagai satu acuan untuk memahami konsep “sehat”, World Health Organization (WHO) merumuskan dalam cakupan yang sangat luas, yaitu “keadaan yang sempurnan baik fisik[2], mental maupun sosial, tidak hanya terbebas dari penyakit atau kelemahan/cacat”. Dalam definisi ini, sehat bukan sekedar terbebas dari penyakit atau cacat. Orang yang tidak berpenyakit pun tentunya belum tentu dikatakan sehat. Dia semestinya dalam keadaan yang sempurna, baik fisik, mental, maupun sosial.

Pengertian sehat yang dikemukan oleh WHO ini merupakan suatau keadaan ideal, dari sisi biologis, psiologis, dan sosial. Kalau demikian adanya, apakah ada seseorang yang berada dalam kondisi sempurna secara biopsikososial? Untuk mendpat orang yang berada dalam kondisi kesehatan yang sempurna itu sulit sekali, namun yang mendekati pada kondisi ideal tersebut ada.[3]
Dalam kaitan dengan konsepsi WHO tersebut, maka dalam perkembangan kepribadian seseorang itu mempunyai 4 dimensi holistik, yaitu agama, organobiologik, psiko-edukatif dan sosial budaya.Keempat dimensi holistik tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
a.Agama/spiritual, yang merupakan fitrah manusia. Ini merupakan fitrah manusia yang menjadi kebutuhan dasar manusia (basic spiritual needs), mengandung nilai-nilai moral, etika dan hukum. Atau dengan kata lain seseorang yang taat pada hukum, berarti ia bermoral dan beretika, seseorang yang bermoral dan beretika berarti ia beragama (no religion without moral, no moral without law).
b.Organo-biologik, mengandung arti fisik (tubuh/jasmani) termasuk susunan syaraf pusat (otak), yang perkembangannya memerlukan makanan yang bergizi, bebas dari penyakit, yang kejadiannya sejak dari pembuahan, bayi dalam kandungan, kemudian lahir sebagai bayi, dan setrusnya melalui tahapan anak (balita), remaja, dewasa dan usia lanjut .
c.Psiko-edukatif, adalah pendidikan yang diberikan oleh orang tua (ayah dan ibu) termasuk pendidikan agama. Orang tua merupakan tokoh imitasi dan identifikasi anak terhadap orang tuanya. Perkembangan kepribadian anak melalui dimensi psiko-edukatif ini berhenti hingga usia 18 tahun.
d.Sosial-budaya, selain dimensi psiko-edukatif di atas kepribadian seseorang juga dipengaruhi oleh kultur budaya dari lingkungan sosial yang bersangkutan dibesarkan.

3. Perbedaan konsep Barat dan Timur

Model-model kesehatan muncul karena banyaknya asumsi mengenai kesehatan, seperti halnya model kesehatan dari Barat dan juga Timur. Akan tetapi, dalam model-model itu terdapat variasi yang disebabkan karena adanya perbedaan budaya di antara model-model tersebut.
Model Biomedis (Freund, 1991)memiliki 5 asumsi. Pertama, terdapat perbedaan yang nyata antara tubuh dan jiwa sehingga penyakit diyakini berada pada suatu bagian tubuh tertentu. Kedua, penyakit dapat direduksi pada gangguan fungsi tubuh, baik secara biokimia atau neurofisiologis. Ketiga, setiap penyakit disebabkan oleh suatu agen khusus yang berpotensi dapat diidentifikasi. Keempat, melihat tubuh sebagai suatu mesin. Kelima, konseb tubuh adalah objel yang perlu diatur dan dikontrol.
Model Psikiatris, merupakan model yang berkaitan dengan model biomedis. Model ini masih mendasarkan diri pada pencarian bukti-bukti fisik dari suatu oenyakit dan penggunaan  treatmen fisik obat-obatan atau pembedahan untuk mengoreksi abnormalitas.
Model Psikosomatis (Tamm, 1993), merupakan model yang muncul karena adanya ketidakpuasan terhadap model biomedis. Model ini menyatakan bahwa tidak ada penyakit somatik yang tanpa disebabkan oleh antesenden emosional dan atau sosial. Sebaliknya tidak ada penyakit psikis yang tidak disertai oleh simtom-simtom somatik.

Ciri-ciri Tingkah Laku Sehat dan Normal


Adapun ciri-ciri individu yang normal atau sehat (Warga, 1983) pada umumnya sebagai berikut :
1.      Bertingkah laku menurut norma-norma sosial yang diakui
2.      Mampu mengolah emosi
3.      Mampu mengaktualkan potensi-potensi yang dimiliki
4.      Dapat mengikuti kebiasaan-kebiasaan sosial
5.    Dapat mengenali resiko dari setiap perbuatan dan kemampuan tersebut digunakan untuk menuntun tingkah lakunya
6.      Mampu menunda keinginan sesaat untuk mencapai tujuan jangka panjang
7.      Dapat belajar dari pengalaman
8.      Biasanya gembira

Referensi :

Dewi, Kartika Sari. (2012). Kesehatan Mental. Semarang: UPT UNDIP Press Semarang.
Whitbourne,Halgin.Psikologi Abnormal.Jakarta:Salemba Humanika.201­­0
https://hikmatkj.wordpress.com/kesehatan/rohani/pengertian-kesehatan-mental-dan-konsep-sehat/