, Princess Bubblegum - Adventure Time

Daftar Blog Saya

Rabu, 27 Mei 2015

#KesehatanMental : Fenomena Depresi dan Hubungan Kesmen dengan Kecerdasan Emosional

1. Fenomena Depresi

Depresi adalah perasaan yang lebih dari perasaan sedih. Perasaannya lebih mendalam yaitu seseorang merasa tertekan akan keadaan di sekitarnya.  Orang depresi akan merasa bersalah atas hal-hal sepele yang pernah ia lakukan sehingga menyebabkan ia lebih memilih untuk tidak melakukan sesuatu daripada mendorong dirinya untuk melakukan sesuatu.
Ada beberapa penyebab depresi yaitu sebab eksternal dan sebab internal. Sebab-sebab eksternalnya antara lain;
·         Lingkungan
Lingkungan menjadi salah satu penyebab depresi karena kejadian-kejadian yang terjadi pada seseorang misalnya kehilangan sesuatu yang berharga seperti orang yang dicintai, status sosial maupun barang berharga. Awal-awal seseorang akan tidak bisa mempercayai atas kehilangannya. Lalu lambat laun ketidakpercayaannya itu semakin bertambah sehingga membuat ia tidak merasakannya lagi. Setelah itu ia akan mulai menangis dan merasakan kegundahan serta kehilangan selera makan hingga akhirnya ia dapat menerima kenyataan.
·         Narkotika
Obat-obatan psikotoprika dapat menyebabkan depresi. Bahkan sampai bisa membuat orang melakukan bunuh diri karenanya. Obat-obatan yang digunakan untuk menahan rasa kantuk juga tidak baik karena mengandung amfetamin yang apabila pemakaian dihentikan dapat menimbulkan depresi pada seseorang sehingga membuat orang kecanduan karena terus mengonsumsinya.
·         Obat-obatan
Beberapa penelitian mengungkapan bahwa sebagian obat-obatan dapat membuat perubahan kimiawi dalam otak yang mampu menghasilkan efek samping berupa depresi. Contoh obat-obatan tersebut adalah obat yang digunakan untuk liver, tekanan darah tinggi dan rematik.
Sedangkan sebab internalnya yaitu:
·         Penyakit organik
Contohnya apabila seseorang kekurangan hormon kelenjar gondok dan vitamin B 12 maka ia dapat mengalami depresi.
·         Keturunan
Suatu studi medis menyatakan bahwa sebagian orang memiliki potensi depresi karena sebagian keluarganya ada yang terjangkit depresi.  

Depresi biasanya menyerang orang-orang yang kurang menghargai dirinya, mudah khawatir, pemalu dan pereksionis. Menurut Atkinson, depresi dicirikan dengan tidak punya harapan dan semangat hidup, tidak bisa berkonsentrasi, ketidakberdayaan yang berlebihan, patah hati, dan mencoba bunuh diri. Apabila anda memiliki gejala-geala di bawah ini, mungkin anda sedang mengalami depresi. Gejala-gejala tersebut yaitu seperti turunnya tingkat aktivitas, menurunnya produktivitas kerja, gangguan pola tidur, hilang rasa percaya diri, mudah letih, merasa bersalah dan tidak berguna.
Sikap orang yang mengalami depresi antara lain:
·         asosial, artinya ia menarik diri dari interaksi sosial, keluarga, teman bahkan hobinya
·  anhedonia, artinya kehilangan rasa senang terhadap aktivitas yang menyenangkan sebelumnya
·         duduk sendiri sambil melamun
·     saat orang bertanya padanya, ia hanya akan menjawab dengan gestur atau beberapa kata
·         terganggu dengan suara-suara berisik 
·         sering menangis
·         konsentrasi dan pembuatan keputusan menurun
·         letih dan lelah
·      kesadaran terhadap harga diri sangat berkurang, dimana ia merasa dirinya tidak berguna atau tidak berharga. Ia akan merasa bersalah karena ketidakmampuannya menjalankan fungsi merka dan sering mengaitkan peristiwa yang terjadi di sekitarnya dengan dirinya.

Teori Depresi

            Prevalensi depresi meningkat selama masa remaja. Rata-rata tahunan hampir mendekati 9 persen anak-anak muda usia 12 hingga 17 tahun memiliki pengalaman setidaknya satu episode mengalami depresi dan hanya sekitar 40 persennya telah dirawat (National Survey on Drug Use and Health [NSDUH], 2008). Angka pada umumnya meningkat  sesuai bertambahnya usia. Depresi pada orang muda tidak selalu tampak sebagai bentuk kesedihan, tetapi juga mudah marah, kejenuhan atau ketidakmampuan untuk menikmati rasa senang. Salah satu alasan depresi memerlukan penanganan serius adalah karena menimbulkan bahaya bunuh diri (Brent & Birmaher, 2002).
            Standar dan tujuan personal yang tinggi dapat berakibat pada pencapaian dan kepuasan diri. Akan tetapi saat manusia menempatkan suatu tujuan yang terlalu tinggi, mereka memiliki kemungkinan untuk gagal yang lebih tinggi. Kegagalan sering berakibat terhadap depresi, dan orang-orang depresi sering menurunkan nilai pencapaian mereka sendiri. Hasilnya adalah kesedihan kronis, perasaan tidak berharga, perasaan tidak memiliki tujuan, dan depresi yang bertahan. Bandura (1986, 1997) yakin bahwa depresi disfungsi dapat terjadi dalam salah satu dari tiga subfungsi regulasi diri : (1) observasi diri, (2) proses penilaian, dan (3) reaksi diri.
            Remaja depresi yang tidak merespons pada penanganan rawat jalan atau yang memiliki ketergantungan zat-zat atau psikosis atau bunuh diri memerlukan perawatan rumah sakit. Setidaknya 1 dari 5 orang yang memiliki serangan depresi baik itu di masa anak-anak atau remaja berisiko menderita gangguan bipolar, ketika episode depresi (periode “rendah”) berubah menjadi episode manic (periode “tinggi”) yang dikategorikan sebagai meningkatnya energy, euphoria, sifat muluk, mengambil risiko (Brent & Birmaher, 2002). Bahkan remaja dengan gejala yang tidak cukup parah untuk diagnosis depresi berisiko tinggi mengalami depresi klinis dan perilaku bunuh diri di usia 25 tahun (Fergusson, Horwood, Ridder, & Beautrais, 2005).

ANALISA
Depresi dapat sangat berbahaya apabila tidak segera ditangani dengan serius. bila sudah timbul gejala-gejala depresi sebaiknya pihak keluarga melaporkannya pada Petugas Kesehatan ini berfungsi agar depresi yang diderita tidak semakin parah. dengan adanya dukungan dari sekitar juga akan membantu kesembuhan dari pasien depresi itu sendiri. dalam kasus depresi perlu diadakannya pendekatan spiritual agar pasien dekat dengan sang pencipta dan mendapatkan ketenangan jiwa.
Depresi juga dapat dicegah dengan cara selalu berpikiran positif, berolahraga dan dan selalu menyibukkan diri dengan hal-hal yang positif.


2. Hubungan Kesehatan Mental dengan Kecerdasan Emosional

"Adakah korelasi antara Kesehatan dan Kecerdasan emosional ? Dalam kehidupan sehari-hari keduanya sangatlah berperan. Manusia sebagai makhluk social memiliki roh dan jiwa. Dimana jiwa itu sendiri harus mempunyai Kesehatan Mental dan Kecerdasan Emosional yang baik."
Untuk mengenal lebih jauh mengenai Hubungan Kesehatan Mental dan Kecerdasan emosional, mari Kita bahas satu persatu.

Istilah Kesehatan Mental diambil dari konsep mental hygiene, kata mental berasal dari bahasa Yunani yang berarti Kejiwaan. Kata mental memilki persamaan makna dengan kata Psyhe yang berasal dari bahasa latin yang berarti Psikis atau Jiwa, jadi dapat diambil kesimpulan bahwa mental hygiene berarti mental yang sehat atau kesehatan mental.
Kesehatan mental adalah terhindarnya seseorang dari keluhan dan gangguan mental baik berupa neurosis maupun psikosis (penyesuaian diri terhadap lingkungan sosial) (Mujib dan Mudzakir, 2001, 2003).
Kriteria Kesehatan Mental      :

1.Pengendalian
dan Integrasi Pikiran dan Tingkah laku
2.Integrasi Motif-Motif serta Pengendalian Konflik dan Frustasi
3.Perasaan-perasaan dan Emosi-emosi yang Positif dan sehat
4.Ketengan dan Kedamaian Pikiran

Steiner (1997) menjelaskan pengertian kecerdasan emosional adalah suatu kemampuan yang dapat mengerti emosi diri sendiri dan orang lain, serta mengetahui bagaimana emosi diri sendiri terekspresikan untuk meningkatkan maksimal etis sebagai kekuatan pribadi.


Salah satu komponen penting untuk bisa hidup di tengah-tengah masyarakat adalah kemampuan untuk mengarahkan emosi secara baik. Penelitian yang dilakukan oleh Goleman (Ubaydillah, 2004:1) menunjukkan bahwa kontribusi IQ bagi keberhasilan seseorang hanya sekitar 20% sisanya 80% ditentukan oleh serumpun faktor yang disebut kecerdasan emosional. Dalam kenyataannya sekarang ini dapat dilihat bahwa orang yang ber-IQ tinggi belum tentu sukses dan belum tentu hidup bahagia.
Orang yang ber-IQ tinggi tetapi karena emosinya tidak stabil dan mudah marah seringkali keliru dalam menentukan dan memecahkan persoalan hidup karena tidak dapat berkonsentrasi. Emosinya yang tidak berkembang, tidak terkuasai, sering membuatnya berubah-ubah dalam menghadapi persoalan dan bersikap terhadap orang lain sehingga banyak menimbulkan konflik.
Emosi yang kurang terolah juga dengan mudah menyebabkan orang lain itu kadang sangat bersemangat menyetujui sesuatu, tetapi dalam waktu singkat berubah menolaknya, sehingga mengacaukan kerja sama yang disepakati bersama orang lain. Maka, orang itu mengalami kegagalan.
Komponen Pendukung Kecerdasan Emosional
1.      Mampu mengenali perasaan sendiri
2.      Mampu mengelola perasaan
3.      Memotivasi diri
4.      Mampu berempati dengan orang lain
5.      Mampu menjalin hubungan sosial dengan orang lain

Adanya Hubungan antara Kesehatan Mental dan Kecerdasan Emosional. Dimana Seseorang yang memiliki Kesehatan Mental yang baik juga akan mempengaruhi kecerdasan emosionalnya. Mampu mengendalikan diri termasuk ke dalam aspek kesehatan mental dan juga kecerdasan emosional. Maka orang yang memiliki emosional yang terarah maka orang tersebut memiliki mental yang sehat pula. Karena kesehatan mental seseorang terlihat ketika orang tersebut bertingkah laku,



Referensi :
Casmini dkk, 2006, Kesehatan Mental, UIN SUKA
Jalaluddin, 2007, Psikologi Agama, Raja Grafindo Persada
Kholil Lur Rochman. (2010). Kesehatan Mental. Purwokerto: Fajar Media Press
Feist, G. J., & Feist, J. (2010). Theories of personality 7th ed. Jakarta: Salemba Humanika

Papalia, D. E., & Feldman, R. D. (2014). Experience human development 12th ed. Jakarta:
        Salemba Humanika.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar